Kamu Motivatorku
Aku
mempunyai sahabat yang sangat baik sekali. Dia sangat perhatian, suka menolong,
pintar, tidak sombong dan menurutku dia segalanya. Aku sangat senang sekali
berada didekatnya. Aku dan dia seolah adik dan kakak. Aku yang anak tunggal ini
serasa mempunyai kakak semenjak mengenalnya. Kemana-mana kami selalu berdua.
Seolah kami ini tidak dapat terpisahkan.
Suatu
hari dia jatuh sakit. Dia terkena penyakit kanker otak yang stadiumnya masih
terbilang rendah. Namun, dia tidak pernah cerita tentang hal itu. Dia tidak
ingin aku sedih dan terbebani. Aku sangat kagum dengannya, karena meskipun dia
seperti tapi dia tetap tersenyum dan tetap bahagia seperti biasanya. Mungkin
jika aku menjadi dia, aku pasti akan sedih dan tidak bersemangat untuk menjalani
hidup.
Suatu
hari dia mengajakku ke rumah sakit. Aku terheran mengapa, karena pada saat itu
aku masih belum tahu tentang penyakitnya.
“Kia,
besok temani aku ke rumah sakit ya” Ajaknya kepadaku.
“Hah,
ngapain Dam? siapa yang sakit?” Tanyaku kepadanya.
“Langsung
heboh kan, aku mau check up Kia” Jawabnya.
“Loh
kamu sakit apa? Kok tidak pernah cerita sih kamu” Tanyaku dengan bingung.
“Sakitku
tidak parah kok, aku tidak mau kamu kepikiran sama hal ini” Jawabnya.
Setelah
percakapan itu aku mulai bertanya-tanya sakit apa yang dideritanya dalam hati.
Aku sangat penasaran tentang hal itu. Sejak saat itu juga aku mulai khawatir
dan cemas dengan kondisinya. Aku sering menasehatinya untuk tidak terlalu
memaksakan diri untuk mengerjakan sesuatu yang berat. Aku juga mengingatkan
untuk tidak lupa makan dan minum obat.
Tanggal
9 Oktober adalah hari ulang tahunku. Adam memberiku kado yang benar-benar
istimewa. Menurutku kado yang diberikan itu sangat mahal. Aku senang diberi
hadiah olehnya tapi aku kecewa karena kadonya terlalu mahal. Aku berpikiran
sebaiknya uang itu dipergunakan untuk biaya berobatnya.
“Dam
makasih kadonya, tapi sepertinya itu terlalu mahal. Aku diberi barang yang
murah pun aku suka Dam, lebih baik untuk berobatmu” Kataku.
“Berobatku
itu nomor ke ratusan Kia, membuat orang disekitarku senang itu nomor satu
termasuk kamu” Balasnya.
“Tapi
Dam………”
“Sudahlah
Kia, tidak usah terlalu memikirkan itu, aku tidak apa apa kok” Katanya sambil
tersenyum kepadaku.
Aku terheran dengannya dengan penyakit yang
dideritanya, dia masih bisa tenang setenang air mengalir. Padahal aku yang
hanya melihatnya, sangat khawatir dengan kondisinya.
Kondisinya
semakin hari semakin memburuk, hampir setiap hari dia selalu berada di UKS
karena dia sering pingsan. Berkali-kali petugas UKS, aku dan orang tuanya
menyarankan untuk istirahat dirumah tapi dia tetap bersikeras untuk sekolah.
Padahal kondisinya sangat tidak memungkinkan.
Suatu
hari aku mengantarnya pulang ke rumah. Tidak sengaja aku hasil check up dia
kemarin, yang berisikan stadium kanker otak yang dideritanya bertambah. Yang
mana stadium tersebut sudah terbilang dan memasuki kondisi yang kritis. Setelah
melihatnya, aku tidak bisa berhenti menangis hingga larut malam.
“Sayang,
kamu kenapa menangis tanpa henti?” Tanya mama.
“Aku
tidak apa apa ma” Jawabku sambil mengusap air mata.
“Cerita
dong sayang, mungkin itu dapat melegakan hatimu” Kata mama.
“Adam
ma, punya penyakit yang parah, aku takut kehilangannya” Kataku sambil menangis
lagi.
“Doakan
saja sayang supaya Adam cepat sembuh, jangan berpikiran yang aneh-aneh” Kata
mama sambil memelukku.
Minggu
selanjutnya, dia sudah benar-benar tidak dapat berangkat sekolah. Namun, setiap
hari aku masih ke rumahnya untuk menjenguk. Terkadang aku menangis jika
melihatnya terbaring ditempat tidur. Meskipun dia sudah seperti itu, dia masih
tetap bisa menyemangatiku dan tersenyum manis.
Minggu
selanjutnya lagi, dia dirawat inap di rumah sakit karena kondisinya semakin
memburuk. Dia sudah susah untuk berjalan. Namun, dia masih bisa tersenyum seperti
biasa. Aku benar-benar kagum terhadapnya. Dia dapat menutupi sakitnya di depan
orang dia sayang.
Hari
senin setelah dia dirawat di rumah sakit selama seminggu, aku mendapati sms
darinya yang berisi “Selamat tinggal Kia, maafkan aku jika aku punya salah, aku
akan pergi setelah kamu melihat senyum terakhirku. Tetap semangat, dan
tersenyum setiap saat, jangan sedih ya, aku akan selalu ada dihatimu”. Setelah
mendapati sms tersebut aku segera bergegas ke rumah sakit. Dia masih belum
meninggal ternyata. Namun setelah dia memanggil namaku dan tersenyum kepadaku,
dia menghembuskan napas terakhirnya.
Setelah
itu aku menangis sambil memeluknya. Aku tidak kuasa menahan ini semua. Rasanya
aku ingin hidup dimasa lalu lagi, dimana dia masih ceria bersamaku. Selama seminggu
aku terus menerus menangis. Sejenak aku dapat berhenti menangis. Namun, jika
aku sendirian tanpa ada yang mengajakku berbicara, aku akan menangis lagi.
Benar-benar susah aku untuk menerima kepergianmu sahabat terbaikku Adam.
Selesai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar