Kamu Guruku
Hari
itu adalah hari pertamaku kuliah. Aku tidak menyangka, aku dapat masuk ke salah
satu Perguruan Tinggi Negeri yang cukup ternama di Indonesia. Aku sangat
bersyukur dapat diterima disana lewat jalur undangan. Aku sangat bahagia sekali
keinginanku dapat tersampaikan. Jurusan yang akan aku tempuh juga, jurusan yang
sesuai dengan keahlianku.
Pertama
kali masuk kelas, aku tidak mengenal siapapun. Aku bingung siapa yang akan aku
ajak berkenalan. Aku juga anak yang pemalu. Tiba-tiba ada salah satu anak
perempuan cantik yang mengajakku berkenalan.
“Hai,
boleh tahu siapa namamu?” Tanyanya kepadaku.
“Namaku
Ryan, kalau namamu siapa?” Kataku kepadanya.
“Namaku
Anis, senang bisa berkenalan denganmu” Katanya sambil tersenyum kepadaku.
Aku
tak habis pikir dia sungguh cantik. Pada saat dosenku memberikan pertanyaan,
Anis menjawabnya dengan lancar. Namun pada saat dosen bertanya padaku, aku
tidak menjawab satu kata sama sekali. Aku sangat malu karena aku kalah dengan
seorang wanita. Aku heran mengapa aku tidak bisa menjawabnya saat itu. Padahal,
selang beberapa menit kemudian aku tahu jawabannya. Setelah kelas selesai aku
mengajak Anis ke taman di kampusku.
“Nis,
ke taman yuk” Tawarku ke Anis.
“Ayo
Yan” Jawabnya.
Kami
di taman bercerita-cerita tentang pengalaman yang pernah kita alami. Kami juga
bercanda tawa dengan lelucon yang sangat lucu. Aku sangat nyaman sekali
berteman dengannya. Dia tidak hanya cantik tapi dia juga pintar dan lucu.
Suatu
hari aku sangat kebingungan sekali mengerjakan tugas dari dosen. Sudah kucoba
untuk mengerjakannya tapi gagal. Aku mencoba mengerjakannya berkali-kali tapi
selalu gagal dan justru lebih jelek dari yang pertama. Karena lelah aku
berhenti sejenak dan melihat telepon genggamku. Tiba-tiba aku teringat Anis,
aku langsung menelponnya.
“Halo,
Anis?” Tanyaku.
“Iya,
ada apa Yan tiba-tiba menelponku?” Tanyanya.
“Bisa
bantu aku tidak Nis? Aku mengerjakan tugas dari Pak Heri loh selalu gagal”
Tanyaku Lagi.
“Bisa
kok Yan, Aku sudah selesai mengerjakan tugas yang itu” Jawabnya.
“Makasih
loh Nis aku jadi tidak enak sama kamu, aku besok ke rumahmu ya Nis” Kataku.
“Ah
tidak apa-apa kok Yan, oke aku tunggu” Kata Anis.
Keesokan
harinya aku datang ke rumah Anis. Anis membantuku mengerjakannya dengan suka
rela. Dia juga mengerjakannya dengan baik dan benar. Dia tidak hanya membantu
mengerjakannya tapi dia juga mengajariku bagaimana cara menyelesaikannya dengan
baik. Tugasku akhirnya dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan Anis. Aku
sangat beruntung dapat kenal dengan anak sebaik Anis.
Satu
semester berlalu, hari itu adalah Ujian semester. Sebelum hari itu aku
benar-benar belajar dengan giat. Karena keseriusan belajarku, aku dapat
mengerjakan soal-soal ujian dengan lancar tidak ada satu soal yang belum terisi
olehku. Soal-soal yang diberikan begitu mudah menurutku.
Setelah
liburan semester berlalu, pengumuman hasil ujian tertempel di Mading kampus.
Aku mencari-cari namaku terletak dimana. Setelah aku melihat namaku, aku sangat
terkejut melihat IP yang aku peroleh hanya 3,05. IP yang kuperoleh hampir saja
membuatku tidak bisa melanjutkan ke semester berikutnya. Setelah itu, aku
mencari nama Anis. Aku melihat nama Anis terletak di peringkat lima dengan IP
yang sangat tinggi. Aku sangat kagum dengan nilai yang diperolehnya.
Sejak
hari pengumuman itu, aku tidak pernah bertegur sapa dengan Anis. Aku malu dan
merasa aku tidak pantas berteman dengannya. Dia sering menyapaku tapi aku tidak
pernah mnghiraukan sapaannya. Dia juga sering mengirim SMS dan menelponku tapi
aku tidak pernah menghiraukannya. Sampai suatu hari, aku mendengar kabar dia
opname dirumah sakit. Setelah mendengar kabar itu, aku juga tidak menjenguknya.
Setelah dia masuk kuliah lagi, dia menahan tanganku.
Dia
berkata “Mengapa kamu menghindar dariku? Apa salahku?”.
Aku
berkata “Kamu tidak punya salah kok”.
“Lalu
Mengapa?” Tanyanya.
“Aku
hanya merasa tidak pantas berteman denganmu, kamu anaknya cantik, pintar, baik,
sedangkan aku” Jawabku.
“Hei,
hei, justru semenjak pengumuman itu aku ingin membantumu untuk mencapai IP yang
sangat bagus” Kata Anis.
“Ya
Tuhan, baru kali ini aku bertemu dengan orang yang sebaik dia” Kataku dalam
hati.
Semenjak
hari itu aku seolah les privat dengan Anis. Setiap hari setelah kelas selesai
aku dan Anis selalu belajar bersama di tempat yang menurut kami nyaman. Aku
merasa dia memberi perhatian lebih kepadaku. Aku merasa seperti aku ini adalah
saudaranya yang sangat dekat. Kami selalu merasakan senang dan duka bersama.
Setelah
satu semester berlalu lagi. Aku menghadapi ujian semester lagi. Lagi-lagi aku
mengerjakan soal-soal itu dengan lancar. Soal-soal yang diberikan terasa lebih
mudah dibanding ujian semester lalu. Setelah hasil ujian ditempel dimading, aku
mendapati namaku terletak di peringkat tiga. Namun, aku melihat nama Anis di
peringkat lima. Aku sangat terheran hasil yang ku peroleh dapat melampaui hasil
yang diperoleh Anis. Tiba-tiba ada seseorang menepuk bahuku.
“Ehm….
Bagus Yan, kamu pantas mendapatkannya, pertahankan terus ya nilaimu” Kata Anis
sambil tersenyum kepadaku.
“Makasih
Nis, ini kan berkat kamu” Kataku sambil bersenyum balik pada Anis.
“Sama-sama
Yan tapi itu tidak sepenuhnya berkatku tapi semangatmu untuk belajar yang
membuat kamu mendapatkan nilai itu” Kata Anis
Beberapa
minggu setelah pengumuman, Anis opname di rumah sakit lagi. Aku menjenguknya
dengan membawa buah-buahan kesukaannya. Kata orang tuanya, dia sakit kanker
paru-paru dengan stadium yang tinggi. Aku tidak menyangka anak sesemangat dan
seceria Anis ternyata menyimpan penyakit yang begitu parah. Aku semakin kagum
dengan Anis yang kukenal.
Seminggu
kemudian, Anis keluar dari rumah sakit karena dinyatakan keadaannya mulai
membaik lagi. Namun setelah dia keluar dari rumah sakit, tiba-tiba dia meminta
maaf kepadaku. Aku terheran, seingatku Anis tidak punya salah kepadaku. Aku terus
bertanya-tanya mengapa dia berkata seperti itu. Tiba-tiba aku memiliki firasat
yang sangat buruk terhadap Anis. Aku juga bermimpi jelek tentang Anis. Keesokan
harinya, aku mendapat berita yang sangat buruk dari temanku.
“Nah
ini dia yang aku cari, kamu tahu tidak tentang kabar ini?” Kata temanku.
“Kabar
apa Din?” Tanyaku.
“Kabarnya
sangat buruk sekali tadi jam lima pagi Anis meninggal dunia” Kata temanku.
“Serius
kamu?” Tanya temanku.
“Aku
serius Yan, aku tidak mungkin bercanda tentang hal seperti itu”
Aku
sungguh tidak menyangka, teman terbaikku telah tiada. Aku sangat merasa sangat
kehilangan. Seolah aku kehilangan saudaraku yang begitu dekat. Selama kelas
dimulai, aku sama sekali tidak berkonsentrasi dengan apa yang dijelaskan oleh
dosen. Setelah kelas selesai, aku langsung ke rumah Anis untuk melayatnya.
Seharian aku tidak berhenti menangis dan berkata “Mengapa kamu datang dan pergi
dengan cepat dari kehidupanku?”. Aku seolah tidak percaya atas kepergianmu ini.
Kebaikan dan tidak akan pernah kulupakan Anis. Kamu membuatku mempelajari
banyak hal tentang dunia ini. Kamu bukan hanya guruku dalam mata kuliah dalam
jurusan kita tapi kamu guruku dalam segala hal. Kamu adalah guruku.
Selesai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar